Tuesday, March 8, 2011

Taghrir (Gharar)


Gharar secara bahasa berarti khatar (resiko, berbahaya), dan tahgrir berarti melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan gharrara binafsihi wa malihi taghriran berarti ‘aradahuma lilhalakah min ghairi an ya’rif (jika seseorang melibatkan diri dan hartanya dalam wilayah gharar maka itu berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya).

Lafal gharar dari segi tata bahasa merupakan isim (kata benda). Gharar dalam terminologi para ulama fiqh memiliki beragam difinisi, antara lain:

Gharar dikategorikan dan dibatasi terhadap sesuatu yang tidak dapat diketahui antara tercapai dan tidaknya suatu tujuan, dan tidak termasuk di dalamnya hal yang majhul (tidak diketahui). Seperti definisi yang dipaparkan oleh Ibn Abidin yaitu, “gharar adalah keraguan atas wujud fisik dari obyek transaksi”.

Gharar dibatasi dengan sesuatu yang majhul (tidak diketahui), dan tidak termasuk di dalamnya unsur keraguan dalam pencapaiannya. Definisi ini adalah pendapat murni mazhab Dhahiri. Ibn Haz mengatakan “unsur gharar dalam transaksi bisnis jual beli adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh pembeli apa yang ia beli dan penjual apa yang ia jual.

Kombinasi antar kedua pendapat tersebut di atas, yaitu gharar meliputi dalam hal yang tidak diketahui pencapaiannya dan juga atas sesuatu yang majhul (tidak diketahui). Contoh dari definisi ini adalah yang dipaparkan oleh Imam Sarkhasi: “gharar adalah sesuatu yang akibatnya tidak dapat diprediksi. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fiqh.

Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi.“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.”

Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 188)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisaa: 29)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan, dasar pelarangan jual beli gharar ini adalah larangan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu (larangan) memakan harta orang dengan batil. Begitu pula dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau melarang jual beli gharar ini.


1 comment:

  1. Alhamdulillah, ilmu yang sgt bermanfaat
    Baarokallahufik wa jazakallah khoiron

    ReplyDelete